Mengubah Cerpen Menjadi Naskah Dialog
Pada sebuah malam…
Ana bertengkar hebat dengan ibunya. Penuh amarah yang membuncah, akhirnya Ana meninggalkan rumah tanpa membawa apapun. Dalam perjalanannya, ia baru menyadari sama sekali tdk membawa uang.
Saat menyusuri sebuah jalan, ia melewati sebuah kedai dan mencium harumnya aroma masakan sang pedagang bakmi. Ia ingin sekali memesan semangkuk, tetapi tak sepeser uang pun di kantongnya.
” Ya, tetapi, aku tidak membawa uang,” jawab Ana dengan malu-malu
“Tidak apa-apa, aku akan mentraktirmu” jawab si pemilik kedai. “Silahkan duduk, aku akan memasakkan bakmi untukmu”.
Tidak lama kemudian, pemilik kedai itu mengantarkan semangkuk bakmi. Ana segera makan beberapa suap, kemudian air matanya mulai berlinang..
“Ada apa nona?” tanya si pemilik kedai.
“Tidak apa-apa. Aku hanya terharu,” jawab Ana sambil mengeringkan air matanya.
“Bahkan, seorang yang baru kukenal pun memberi aku semangkuk bakmi. Tetapi ibuku sendiri, setelah bertengkar denganku, mengusirku dari rumah dan mengatakan kepadaku agar jangan kembali lagi ke rumah,” ucapan Ana disertai sedu-sedan sambil meneruskan curahan hatinya, “Kau, seorang yang baru kukenal, tetapi begitu peduli denganku dibandingkan dengan ibu kandungku sendiri.”
Pemilik kedai setelah mendengar perkataan Ana menarik nafas panjang…
“Nona mengapa kau berpikir seperti itu? Renungkanlah hal ini. Aku hanya memberimu semangkuk bakmi dan kau begitu terharu. Ibumu telah memasak bakmi dan nasi untukmu saat kau kecil sampai saat ini, mengapa kau tidak berterima kasih kepadanya? Dan, kau malah bertengkar dengannya.”
Ana, terhenyak mendengar hal tersebut. “Mengapa aku tdk berpikir tentang itu? Untuk semangkuk bakmi dari orang yang baru kukenal, aku begitu berterima kasih, tetapi kepada ibuku yg memasak untukku selama bertahun-tahun, aku bahkan tidak memperlihatkan kepedulianku kepadanya. Dan, hanya karena persoalan sepele, aku bertengkar dengannya.
Ana, segera menghabiskan bakminya, lalu ia menguatkan dirinya untuk segera pulang ke rumahnya. Saat berjalan ke rumah, ia memikirkan kata-kata yg harus diucapkan kepada ibunya.
Begitu sampai di ambang pintu rumah, ia melihat ibunya dengan wajah letih dan cemas. Ketika bertemu dengan Ana, kalimat pertama yang keluar dari mulutnya adalah “Ana kau sudah pulang, cepat masuklah, aku telah menyiapkan makan malam dan makanlah dahulu sebelum kau tidur. Makanan akan menjadi dingin jika kau tidak memakannya sekarang”.
Pada saat itu Ana tidak dapat menahan tangisnya. Ia langsung bersimpuh penuh air mata dihadapan ibunya.
Sekali waktu, kita mungkin akan sangat berterima kasih kepada orang lain di sekitar kita untuk suatu pertolongan kecil yang diberikan kepada kita. Tetapi kepada orang yang sangat dekat (keluarga) khususnya orang tua, kita semestinya berterima kasih hingga habis usia dilekang waktu.
Naskah Dialog:
Ana dan Bakmi
pada sebuah malam, Ana bertengkar dengan ibunya. Penuh amarah yang
mengguncah, akhirnya Ana meninggalkan rumah tsnpa membawa apapun. Dalam
perjalanannya, ia baru menyadari sama sekali tidak membawa uang.saat menyusuri sebuah jalan, ia melewati sebuah kedai dan mencium harumnya aroma masakan sang pedagang bakmi. Ia ingin sekali memesan semangkuk, tetapi tak sepeser uang pun di kantongnya.
Pemilik kedai : “ Nona, apakah engkau ingin memesan semangkuk bakmi?”
Ana : “ Ya tetapi aku tidak membawa uang”
jawab ana dengan malu-malu
pemilik kedai : “tidak apa-apa, aku akan menaktraktirmu”
jawab pemilik kedai
pemilik kedai : “ silahkan duduk, aku akan memasakkan bakmi untukmua”
tidak lama kemudian, pemilik kedai itu mengantarkan semangkuk bakm. Ana segera mekan beberapa suap, kemudian air matanya berlinang
pemilik kedai : “Ada apa nona?”
Ana : “ tidak apa-apa. Aku hanya terharu”
jawab Ana sambil mengeringkan air matanya
Ana : “bahkan seorang yang baru kukenal pun memberku semang kuk bakmi. Tetapi buku sendiri, setelah bertengkar denganku, mengusirku dari rumah dan mengatakan padaku agar tidak kembali lagi ke rumah,”
Ucap Ana sambil tetrsedu-sedu sambil meneruskan curahan hatinya,
Ana : “Kau, seorang yang baru kukenal, tetapi begitu peduli denganku dibandingkan dengan ibu kandungku sendiri.”
Pemilik kedai setelah mendengar perkataan Ana menarik nafas panjang…
pemilik kedai : “Nona mengapa kau berpikir seperti itu? Renungkanlah hal ini. Aku hanya memberimu semangkuk bakmi dan kau begitu terharu. Ibumu telah memasak bakmi dan nasi untukmu saat kau kecil sampai saat ini, mengapa kau tidak berterima kasih kepadanya? Dan, kau malah bertengkar dengannya.”
Ana, terhenyak mendengar hal tersebut.
Ana : “Mengapa aku tdk berpikir tentang itu? Untuk semangkuk bakmi dari orang yang baru kukenal, aku begitu berterima kasih, tetapi kepada ibuku yg memasak untukku selama bertahun-tahun, aku bahkan tidak memperlihatkan kepedulianku kepadanya. Dan, hanya karena persoalan sepele, aku bertengkar dengannya.
Ana, segera menghabiskan bakminya, lalu ia menguatkan dirinya untuk segera pulang ke rumahnya. Saat berjalan ke rumah, ia memikirkan kata-kata yg harus diucapkan kepada ibunya.
Begitu sampai di ambang pintu rumah, ia melihat ibunya dengan wajah letih dan cemas. Ketika bertemu dengan Ana.
Ibu Ana : “Ana kau sudah pulang, cepat masuklah, aku telah menyiapkan makan malam dan makanlah dahulu sebelum kau tidur. Makanan akan menjadi dingin jika kau tidak memakannya sekarang”.
Pada saat itu Ana tidak dapat menahan tangisnya. Ia langsung bersimpuh penuh air mata dihadapan ibunya.
Sekali waktu, kita mungkin akan sangat berterima kasih kepada orang lain di sekitar kita untuk suatu pertolongan kecil yang diberikan kepada kita. Tetapi kepada orang yang sangat dekat (keluarga) khususnya orang tua, kita semestinya berterima kasih hingga habis usia dilekang waktu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar